Minggu, 20 Juni 2010

Played Well before Farewell


There's plenty of time left tonight
I promised I'd have you home before daylight
We do the best we can in a small town
Act like big city kids when the sun goes down

If it's not too late for coffee
I'll be at your place in ten
We'll hit that all night diner
And then we'll see

(Coffee performed by Copeland)

Lagu itulah yang sering menemani saya di awal-awal masa menjadi anak kos di Jakarta, sendirian tak punya teman kecuali sebuah radio tape usang yang hampir 24 jam menyala hanya untuk menemani saya melewati masa-masa menjadi anak kos di awal kuliah dulu.

Beberapa tahun kemudian, seiring bertambahnya teman, pengetahuan saya pun bertambah, apalagi setelah saya dan teman-teman saya satu kos dulu mulai menyewa sambungan internet yang saya manfaatkan untuk menjadi “teman baru” saya untuk mencari informasi-informasi baru. Karena internet lah saya menjadi semakin terbuka terutama untuk masalah pengetahuan yang berhubungan dengan musik. Dan lagu-lagu dari Copeland tadi menjadi salah satu yang saya explore terus menerus sampai saya “khatam” dengan semua lagunya, mulai dari album Beneath Medicine Tree, Dressed Up In Line, Eat Sleep and Repeat, hingga yang terakhir yaitu Should You Return.

Kini setelah 4 tahun sejak pertama kali saya mendengarkan lagu dari Copeland dan setelah kurang lebih 3 tahun saya merasa beberapa lagu dari Copeland sebagai soundtrack hidup saya, akhirnya saya bisa melihat mereka tampil live di hadapan saya di Bandung, kampung halaman saya. Meskipun kabar baik ini disertai dengan kabar yang kurang mengenakkan karena mereka berencana untuk bubar. Semoga saja ini hanyalah taktik manajemen marketing mereka untuk menarik lebih banyak orang agar tidak mau melewatkan tour mereka yang katanya terakhir dan mereka beri nama “The Farewell Tour”.

The Farewell Tour direncanakan untuk digelar pada 8 Mei 2010, dan sejak bulan April saya sudah memesan tiketnya, karena saya tak mau melewatkan salah satu band favorit saya ini. Copeland memang sudah masuk kategori band yang patut saya tonton karena sudah memeuhi standar minimal band untuk saya tonton, saya sudah “khatam” mendengarkan lagu-lagu Copeland dari album pertama sampai terakhir, dan beberapa diantaranya saya rasakan sangat pas dengan suasana saya di waktu-waktu tertentu. Lagu “Coffee” sangat cocok saya dengarkan ketika saya merasa hectic dengan kehidupan kota, lagu “Suitcase Song” sangat cocok saya dengarkan ketika saya merasa sangat ingin lari dari semuanya, lagu “Good Morning Fire Eater” yang terasa menyemangati setiap pagi hari saya, dan tentunya beberapa lagu mellow yang memang menjadi spesialisasi dari Copeland itu sendiri seperti "Brightest", "Priceless", "On The Safest Ledge", "No One Really Wins" dan masih banyak lagi.

Hari yang dijadwalkan pun tiba, setelah bertemu dengan beberapa kawan lama di sore hari saya langsung meluncur ke venue dengan menggunakan kendaraan umum karena tidak ada teman untuk tumpangan dan lokasi kali ini cukup jauh dari pusat kota dan merupakan jalur macet di akhir pekan.

Setelah satu jam menembus macetnya jalanan, saya pun tiba di venue yang memang tidak sepadat biasanya saya datang ke tempat tersebut untuk menonton konser. Sepertinya pada waktu itu tiket belum terjual semuanya, mungkin karena Copeland memang belum banyak dikenal di Indonesia tapi justru memang yang saya inginkan karena saya ingin menonton konser yang tdak terlalu crowded dan bisa lebih intimate. Meskipun tampaknya promotor acara ini telah cukup gencar berpromosi di beberapa media tapi menurut saya mereka berpromosi di acara-acar yang kurang tepat dengan target market yang kurang tepat juga, walhasil penonton yang datang pun tidak terlalu banyak.

Gate venue dibuka pada jam 8 malam, tepat seperti yang dijadwalkan dan saya pun mengantri dengan calon penumpang yang lannya yang ternyata jumlahnya semakin banyak, tidak seperti yang saya kira. Saya pun turut larut ke dalam kerumunan dan tanpa sengaja saya tergiring ke barisan depan yang langsung berhadapan dengan stage, suatu kebiasaan yang jarang sekali saya laukan karena biasanya saya memilih untuk menonton konser dengan posisi yang agak jauh dari stage

Saat-saat menunggu sang headliner biasanya dilakukan dengan menonton opening act, tapi konser ini tanpa opening act sehingga promotor mengisinya dengan memutar lagu-lagu dari sang headliner. Sisi positifnya adalah penonton bisa sambil menghafal (atau bahkan mengenal) lagu-lagu dari sang headliner yang memang belum terlalu dikenal, dan bagi penonton yang memang sudah hafal bisa langsung pemanasan untuk singalong sebelum melakukannya dengan sang headliner beberapa saat kemudian.

Satu jam kemudian situasi masih tetap sama, lagu-lagu yang tadinya dinikmati penonton menjadi begitu membosankan dan para penonton pun mulai mengeluh dan menggerutu. Ternyata keluhan penonton tersebut ditanggapi promotor melalui pengeras suara dengan berkilah bahwa penundaan ini semata-mata untuk menunggu penonton yang lain yang terjebak macet. Beberapa menit kemudian, dari giant screen di kedua sisi stage penonton bisa melihat kedatangan sang headliner tiba di lokasi, suatu prosesi yang jarang dilakukan di Indonesia dan mungkin patut ditiru oleh promotor lain hanya saja mungkin kendaraan yang digunakan harus lebih prestige lagi karena kendaraan yang digunakan kali ini hanyalah sebuah mini-van avanza, mungkin ini alasan promotor untuk menciptakan kesan jauh dari kemewahan dan sangat indie (hopefully).

Kedatangan sang headliner ke venue disambut dengan sangat gembira oleh penonton, tapi tampaknya mereka harus melanjutkan kembali untuk mengeluh dan menggerutu karena ternyata setelah sang headliner tiba di venue, mereka tidak langsung tampil di stage melainkan tertahan di backstage untuk melakukan interview dengan salah satu TV nasional. Bisa jadi stasiun TV tersebut menjadi salah satu sponsor utama sehingga punya hak untuk melakukan interview kapan pun, tapi menurut saya jadwal interview seperti ini tidak lazim dalam sebuah konser dan tampaknya penonton yang lain pun berpikiran sama seperti saya sehigga setiap interview itu ditayangkan di giant screen, penonton pun kompak untuk menyorakinya bahkan memakinya.

Akhirnya setelah satu setengah jam lebih menunggu, performance dari sang headliner pun dimulai dengan sebuah interlude yang cukup memukau di tengah-tengah sebuah backdrop yang simple dengan tulisan : Copeland, The Farewell Tour. Outfit yang mereka gunakan pada malam itu sangat indie rock sekali yaitu menggunakan pakaian mereka sehari-hari. Cara mereka berpakaian yang sederhana sangat berlawanan dengan penampilan musikalitas mereka yang sangat total. Aaron Marsh sang vokalis yang juga memainkan gitar dan keyboard, terlihat sangat menjiwai di setiap lagu yang ia bawakan. Sedangkan sang gitaris-yang saya agak lupa namanya-meskipun terlihat sangat cool, permainan gitarnya cukup menunjukkan totalitas dia pada malam itu, sayangnya saya kurang bisa mengamati personil lainnya karena lokasi saya agak di sebelah samping stage.

Tanpa terasa dua jam sudah mereka menyedot atensi penonton dengan bermain cukup gemilang di stage, dan hampir semua teriakan request para penonton pun mereka penuhi serta diwarnai dengan penampilan beberapa lagu yang mereka aransemen ulang atau dibawakan secara akustik. Menjelang berakhirnya konser, backdrop stage yang tadinya terlihat sederhana berubah menjadi nyala dengan efek cipratan cat yang cukup indah. Suasana ini semakin melengkapi kesenduan atmosfir pada saat itu yang sangat kental dengan aroma perpisahan, apalagi pada saat Aaron Marsh memainkan lagu “California” yang pada beberapa potongan liriknya diganti dengan kata “Indonesia” , suatu cara yang elegan untuk menghargai tuan ramah tanpa harus memuji dengan berlebihan.

Setelah ritual standar encore, Copeland kembali ke panggung untuk memainkan beberapa lagu dan penampilan ditutup dengan kembang api, kurang lazim memang untuk sebuah band indie rock menggunakan kembang api untuk aksesoris panggung tapi tampaknya kali ini menjadi sebuah pengecualian karena ini merupakan tur perpisahan.

Overall, saya merasa dengan semua usaha yang saya lakukan demi supaya bisa menonton konser ini terasa worth it karena saya akhirnya bisa menyaksikan sebuah band yang lagu-lagunya sudah menjadi soundtrack pada saat-saat tertentu dalam hidup saya. Hampir semua lagu favorit saya dinyanyikan pada malam itu, kecuali “Goodmorning Fire Eater” dan beberapa lagu remake yang tampaknya memang tak akan dinyanyikan di sebuah tur perpisahan. Secara kesuluruhan pula penampilan Copeland pada malam itu nyaris tanpa cela. Satu-satunya hal yang membuat saya kecewa pada malam itu adalah keterlambatan yang hampir memakan waktu satu setengah jam, namun saya juga cukup mengapresiasi sang promotor karena telah mampu mendatangkan sebuah band yang tidak mainstream dan tanpa opening act sama sekali, menjadikan show malam itu seakan sangat segmented untuk orang-orang yang memang ingin meyaksikan sebuah show luar biasa dari band favorit mereka yang terakhir kalinnya. Dan sepertinya harapan semua penonton terpenuhi untuk menyaksikan show semacam itu karena Copeland bermain sangat apik, they really played well, before fare well.

1 komentar:

  1. did you heard the last album copeland? ixora the album named btw . . .

    BalasHapus